Oleh: Meggi Octa Suhada
Teknik Elektro Universitas Riau
Awal mula cerita ini dimulai, seorang yang dipanggil Putra Petir datang ke Universitas Riau untuk mengisi Seminar Nasional dan Workshop selama tiga hari di Aula RS Universitas Riau yang diadakan oleh HIMATRO. Aku hanya tahu bahwa dialah yang membuat mobil listrik di Indonesia, suatu hal yang baru untuk saat itu. Terlebih lagi ada seorang teman yang berkata bahwa beliau berasal dari Padang, Sumatera Barat, yang membuatku semakin penasaran dengan sosok beliau.
Aku pun datang pukul 7 pagi saat suasana masih sepi dan hanya diisi oleh panitia yang sedang mempersiapkan acara tersebut, duduk paling depan untuk menunggu beliau datang. Pukul 8 lewat beliau datang dengan dosen kami, yaitu pak Indra selaku Koordinator Teknik Elektro S1. Awal kedatangan beliau aku hanya melihat penampilannya biasa saja, dengan baju kemeja putih dan celana gunung hitamnya ditambah dengan tiga buah gelang di pergelangan tangan kiri nya. Yaa… Itulah ciri khas beliau ketika akan seminar ataupun jadi pembicara di berbagai kampus.
Seminar pun dimulai, setelah dibuka oleh penitia dan kata sambutan dari dosen, akhirnya sang Putra Petir pun mendongeng. Dari awal pembicaraan sampai akhir membuat semua audien terpana dan mengidolakan beliau. Tapi tidak denganku, aku suka dengan perjalanan hidupnya hingga sekarang sudah sukses dan punya banyak hak paten dan segudang ilmu, namun itu adalah perjalanan beliau, setiap kita punya perjalanan hidup masing-masing. Selanjutnya gimana cara kita untuk menjadi The Next Ricky Elson, namun dengan jalan yang kita buat sendiri, menjadi bermanfaat bagi masyarakat dan berguna bagi bangsa.
Hari pertama dimulai dengan seminar, hari kedua dan ketiga dilanjutkan dengan workshop dan di sinilah aku dan beberapa teman diperkenalkan
dengan software MagNet Trial Edition dari Infolytica. Awal perkenalan memang merasa bingung dengan software ini, karena interfacenya masih biasa-biasa saja, dan sulit untuk dimengerti. Namun setelah sering pengulangan akhirnya bisa paham. Beliau mengajarkan software ini dengan sangat teliti step by step sambil dijelaskan tiap-tiap langkahnya. Kami para mahasiswa pun jadi gampang memahaminya.
Singkat cerita ternyata Pak Indra bertanya kepada beliau apakah di LAN menerima mahasiswa yang ingin KP di Ciheras. Beliau pun menjawab dengan percaya diri dan senyum khasnya, “Bersedia, namun dibatasi 4 atau 5 orang dari UR”. Mendengar kabar itu membuatku jadi berpikir ingin KP di sana. Sambil diskusi dengan teman sekelas, aku pun berkata kepada Manda, “Ayoklah kita KP disana, kapan lagi kan bisa KP di tempat sebagus itu dan langsung diajarkan oleh Bang Ricky “.
Selesai workshop kami pun foto bersama dengan bang Ricky. Keesokan harinya aku menemui Pak Indra dan berdiskusi bahwa aku ingin KP di sana selama dua bulan dengan mengorbankan jadwal KKN (Kuliah Kerja Nyata) pada bulan Juli sampai September. Setelah mendapat lampu hijau dari Pak Indra, akhirnya aku mengurus berkas-berkas KPTE-1 dan KPTE-2 agar bisa di proses oleh Hamdi staf Administrasi Elektro. Selagi mengurus syarat-syarat KP aku coba untuk menghubungi nomor HP Bang Ricky untuk menanyakan syarat yang harus disipkan untuk bisa KP di sana, apakah perlu dengan proposal apa tidak. Ternyata tidak perlu proposal. Setelah satu bulan lebih akhirnya surat pengantarnya pun selesai.
Jadwal awal KP aku perkirakan tanggal 11 Juli – 11 Oktober, lumayan bisa tiga bulan di Ciheras. Namun setelah dikonfirmasi ke Bang Ricky ternyata untuk bulan Juli sudah penuh 40 orang lebih, dan bisa menerima lagi nanti tanggal 1 Agustus. Setelah lobi-lobi kecil dengan bang Ricky, ternyata tetap tidak bisa di tanggal sekian, dan akhirnya aku harus mengalah dan mengatur ulang jadwal keberangkatan, jadwal masuk di Ciheras, lama disana, estimasi biaya, berangkat dengan apa saja (biar ongkos minim), dan jadwal pulang nantinya. Akhirnya dapatlah jadwal KP 1 Agustus – 28 September dan pas selama delapan minggu di sana. Setelah dapat balasan konfirmasi dari Ciheras, akhirnya aku mempersiapkan semuanya, termasuk semua rute perjalanan yang sudah ada dalam otak yang masih jarangdigunakan untuk hal baik ini.
Setelah selesai suasana lebaran tepatnya tangal 20 Juli aku pergi pakai motor CBR 150cc milik saudara dan sebuah mobil keluarga. Barang-barang yang dibawa hanya satu koper berisi baju dan satu lagi tas Eiger yang menemaniku dari awal masuk kuliah, yang isinya laptop dan keperluan belajar lainnya. Berangkat 20 Juli jam8 malam dari Padang Panjang dan melintasi Pulau Sumatera selama 3 hari 3 malam untuk bisa sampai di Tangerang tempat perhentian sementara untuk dapat menyusun rencana keberangkatan naik kereta dan bus nantinya. Perjalanan dari Padang
Panjang sampai Tangerang memakan jarak tempuh sejauh 1.400 km berhasil membuat pantat tepos selama menunggangi kuda besi itu, walaupun ini pengalaman yang sangat menakjubkan untukku pribadi.
Sesampainya di Tangerang tanggal 23 Juli, aku pun bersiap-siap untuk membeli tiket dan menyusun ulang strategi ke Ciheras. Setelah mencari-cari referensi di mbah google tentang pengalaman naik kereta ke Ciheras, akhirnya aku pilihlah kursi 9E kereta Serayu Pagi (keberangkatan kereta ke Tasikmalaya hanya melayani 2 rute, Serayu Pagi jam 9 dan Serayu Malam jam 9 juga). Memulai perjalanan lagi setelah istirahat di Tangerang tepatnya Kuta Bumi pukul 06.30 pagi dari stasiun Tangerang dan sampai stasiun Duri pukul 07.30, lalu harus transfer lagi ke arah Jatinegara. Dalam perjalanan dari stasiun Duri ke Pasar Senen rasanya lumayan membosankan menikmati suasana sibuknya zombie-zombie yang baru terbangun dari istirahat beberapa jam tadi malam dan melanjutkan kembali rutinitas mereka untuk bekerja di pagi sampai sorenya lagi, dan berulang terus Senin sampai Jumat, dan bahkan tidak jarang mereka lembur. Inilah hidup…..
Gara-gara kurang hati-hati dan membiarkan pengawasan sedikit longgar dengan mencoba merilekskan badan sejenak untuk dapat mendengarkan lagu lewat handphone, malangnya aku pun nggak tau kalau di stasiun
Kemayoran harus pindah kereta dulu agar bisa sampai di stasiun Pasar Senen. Baru sadar karena ada pemberitahuan dari nona bersuara merdu
yang tidak punya rupa agar turun dan transit. Akibatnya diri ini kelewatan stasiun Pasar Senen dan inisiatif langsung turun di Gang Sentiong. Saat turun langsung cari satpam petugasnya dan dengan logat khas minang aku bertanya, “Bang kereta ke Pasar Senen selanjutnya kapan datang lagi?”. Beliau pun menjawab, “Sekarang keretanya masih di Jatinegara, kalau mau
nungguin nggak tau kapan, naik ojek aja, 10 menit nyampe”. Langsung aku keluar dan nyariin ojek, tanyain dulu harganya berapa ke Pasar Senen, eh dibilangnya 25 ribu. Aku coba nego biar kurang, namun GAGAL. Tapi setelah berfikir sejenak dan melihat jam akhirnya memilih ojek konvensional, dikarenakan aplikasi ojek online tidak punya dan cara pemakaian juga belum paham, belum lagi nanti harus sign in dan bla bla.
Akhirnya aku iyain aja kata abang tukang ojeknya.
Setelah naik ojek sampai juga akhirnya di Pasar Senen sebelum jam 8 dan sudah keringatan. Di sini masalah belum selesai, ternyata harus cetak tiket mandiri dulu, jalan kaki sejauh 50 meter lebih dengan membawa satu koper dan tas berisi laptop untuk keperluan bekerja keras di Ciheras. Dan jeng jeng, akhirnya tiket selesai dicetak, berangkat tanggal 28 jam 09.00 pagi. Di Jabodetabek kalau masih benar cuma satu stasiun yang melayani perjalanan kereta arah Jawa bagian Timur yaitu melalui stasiun Pasar Senen.
Selesai cetak tiket langsung menuju ke tempat petugas (pengalaman pertama cuy naik kereta sendiri dan jauh pula lagi tu, hahahha) dan nanya
kapan bisa masuk. Katanya nanti jam 8.15 pagi. Selagi masih ada waktu beberapa menit lagi, akhirnya aku putuskan untuk membeli beberapa
roti dan minuman untuk cemilan selama di perjalanan nanti. Selesai check in jalan lagi sejauh 100 meter lebih menuju kereta yang lumayan jauh
sambil turun naik tangga dan menenteng belanjaan, koper, dan tas. Sesampainya di depan kereta, bingung mencari gerbong yang mana dan
akhirnya bertanya lagi ke petugas (bertanya itu penting untuk pemula, apalagi di kampung orang, jadi bersikap ramahlah ketika bertanya
dan usahakan paham langsung biar tidak membuang waktu) dan dapatlah kursi 9E duduk di pojok dekat jendela.
Perjalanan dengan kereta ke Tasik lumayan lama, sampai nanti jam 03.31 sore di stasiun Tasikmalaya. Setelah di stasiun Tasik, liat kiri kanan dan
keluar dari stasiun udah ada aja bapak-bapak yang nungguin dan ternyata beliau menawarkan diri untuk mengantarkan dengan becaknya sampai tujuan saya untuk naik bus Budiman (udah searching dulu soalnya rute perjalanan ke Ciheras dari Tasik bisa naik bis Sakura atau Budiman ¾).
Sedikit ragu aku bertanya lagi pada petugas, “Kalau terminal Indihiang untuk bisa ke Ciheras naik angkot jurusan apa?”, dia menjawab (seingat aku), “Naik 03 atau ngga 08“. Melihat hari sudah sore akhirnya aku putuskan naik ojek lagi dan harus bayar 20 ribu (habislah duit ini, udah nego-nego untuk kurang ngga bisa juga). Sesampainya di tempat bus Budiman sering nongkrong, aku pun diberhentikan dan diarahkan ke keneknya, lalu ditanyai mau pergi kemana. Aku bilang ke Lentera Angin Nusantara (LAN) dan dia langsung menanggapi perkataan aku dengan nada tau dan familiar dengan tempat itu. Namun masyarakat di Tasik biasa menyebut LAN dengan nama KINCIR. Koper aku langsung diletakkan di bagasi. Pas nanyain bayar ongkosnya berapa dibilangnya 40 rb (nego-nego kurang lagi juga ngga berhasil). Jadi aku iyain ajalah lagi, yang penting bisa sampai di Ciheras dengan cepat karena semua keingintahuan tentang Ciheras sudah di ubun-ubun dan di depan mata. Bis pun akhirnya berangkat jam 4 sore. Selama di perjalanan sholat Zuhur dan Ashar
aku jamak di waktu Ashar.
Bagi kalian yang pernah ke Ciheras pasti tau rute perjalanan dari
Tasikmalaya ke Ciheras seperti apa. Yang tidak biasa melewati, biasanya akan memepersiapkan antimo dalam perjalanannya, termasuk aku sendiri dan untung sebelum di perjalanan sudah diminum duluan.
Sampai di Ciheras, tepatnya di kincir, aku diberhentikan di sebuah warung Bu Susi dangan kondisi basah kuyup karena hujan lebat. Pemandangan di sekitar terlihat begitu asing, suasana benar-benar di kampung dan tidak begitu ramai rumah di pinggir jalan (mungkin karena sampai di kincirnya malam-malam kali ya, hehehe).
Aku juga punya sedikit foto kenangan selama di Ciheras. Selama dua bulan berada di Ciheras tidak semua kisah. akan aku ceritakan, karena kita semua tau seperti apa Ciheras, seperti apa kesan yang ditinggalkan dan sedalam apa bekas yang telah ditorehkan. Yang diceritakan di sini hanyalah sepenggal cerita perjalanan menuju Ciheras, dan balik ke tempat asal untuk menjadi lentera di kampus masing-masing. Ciheras memberikan aku kenalan dan relasi yang begitu banyak, ada yang dari ITK, ITS, ITP, UGM, UNILA, UNEJ, UNRAM, UNDANA, UMM, UNS, UMS, PNJ, PCR, dan PENS. Dan alhamdulillah sampai sekarang hubungan kami masih terus berlanjut dan semoga dapat bertemu kembali.
Tanggal 18 September tibalah waktu meninggalkan Ciheras 10 hari lebih cepat dari jadwal KP. Namun kepulangan dipercepat ini tidaklah disengaja, semua ada artinya. Perjalananku pulang kali ini berbeda dari rencana awalnya yang hanya sendirian, tapi kali ini aku pulang dengan teman-teman dari ITP, orang kampung halamanku sendiri yang berada di Sumbar. Beberapa hari aku habiskan dulu bersama mereka selama perjalanan di Bandung dengan Bang Saba dan Kak Inay. Terasa berat hati untuk melangkah pulang waktu jam 6 pagi. Sehingga pagi-pagi hari harus bersiap dan di sempatkan dulu foto-foto bersama teman-teman. Sesampainya di Pekanbaru semua cerita menakjubkan selama di Ciheras University aku ceritakan pada teman-teman. Sebuah cerita dari negeri para bajak laut yang kudapatkan selama dua bulan. Alhamdulillah dapat menghasilkan
korban baru yang dapat terjebak di kehidupan aneh selama terdampar di Pulau Ciheras University
Generasi UR di pulau Ciheras University
1.Generasi I ( Muhammad Hatta ) T.Mesin 12, periode Januari 2016
2.Generasi II ( Meggi Octa Suhada ) T.Elektro 13, periode 01 Agustus – 18 September 2016
3.Generasi III ( Amanda Khaira Perdana, Muhammad Sholeh, Ibnu Alfanizar, Andre Chandra dan Syukri Darmawan) T.Elektro 13 dan 14, periode 16 Januari – 16 Februari 2017
4.Generasi IV ( Sedang dipersiapkan berangkat bulan Agustus 2017 nanti Aamiin…. )
1400 KM lebih kutempuh dengan sang kuda besi untuk bisa datang ke Ciheras dengan tujuan meng-upgrade kemampuan diri di bidang Elektro.
Tak tau apa yang akan ditemui selama di perjalanan, namun hati ini udah cukup keras dan yakin untuk datang ke Ciheras. Inilah takdir kita, dipertemukan dengan teman-teman dari berbagai daerah yang sebelumnya kita tak tau mereka kesehariannya seperti apa, membawa kebiasaan apa dari tempat asal, dengan logat bicara yang berbeda, dan dengan ciri khas masing-masing. Namun sihir Ciheras mampu mengubah kita semua jadi keluarga besar. Bertukar wawasan menambah semangat tiap kali bercengkrama dengan mereka. Kebaikan mereka menyambut keluarga baru, kehangatan dalam candaan, kasih sayang dalam bimbingan,
membuat pertemuan yang singkat ini jadi begitu berarti dan memberi bekas yang cukup dalam.
Tiap detik sangat berharga, bahkan pada saat akan berpisah dan kembali ke tempat asal masing-masing untuk jadi Lentera disana. Ciheras seperti
kertas Vivre Card dalam cerita Anime Jepang “One Piece”, tiap kali yang datang dan pergi selalu membawa sepotong kertas kecil yang nantinya akan menuntun kita untuk kembali ke Ciheras. Selalu ada rindu untuk ingin bertemu dan berkumpul kembali. Thanks untuk semua tim LAN yang
membantu selama kami menimba ilmu di pulau Ciheras University.
Ciheras, 08 Mei 2016
Meggi Octa Suhada
Teknik Elektro Universitas Riau